HALALFOOD-TEKNOLOGI PANGAN: MENGETAHUI TITIK KRITIS KEHALALAN PEMANIS DAN PENGEMULSI
Halal-SDGs Foodtech Future – Industri pangan telah berkembang dengan sangat pesat. Saat ini makanan tidak lagi hanya sekedar direbus, dikukus, dan digoreng saja, namun juga diolah dengan berbagai bahan baku (ingredients) yang beraneka ragam. Untuk meningkatkan kualitas, penampilan, masa simpan, rasa, serta aroma, para praktisi pengolahan pro-duk pangan menggunakan bahan baku (utama) dan bahan tambahan pangan (BTP), seperti : penyedap, pemanis, pengemulsi, pengembang, pewarna, pelapis, pelembut, pencegah peng-gumpalan (anti-caking agent), dan lain-lain. Ingredient yang ditambahkan terkadang tidak hanya satu macam, namun kombinasi dari berbagai bahan. Sebagai konsumen Muslim, sudah selayaknya kita memahami status keha-lalan ingredien yang dipakai dalam membuat beraneka produk makanan dan minuman. Untuk lebih amannya, sebaiknya kita hanya menggunakan bahan-bahan yang telah jelas status kehalalannya. Demikian ditambahkan oleh Kavadya Syska, Koordinator Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto yang juga Penggagas Pusat Pangan Halal, UNU Purwokerto.
Titik Kritis Kehalanan Pemanis
Ada 2 macam pemanis (sweeteners) yang sering dipakai dalam industri makan-an, yaitu pemanis sintetis dan pemanis alami. Pemanis sintetis non-kalori, seperti: sodium siklamat (Na-Cyclamate), sodium sakarin (Na-Saccharine), dan aspartame, umumnya halal. Namun demikian, sorbitol bersifat syubhat karena produk ini dibuat dari glukosa yang berstatus syubhat. Dalam skala industri, glukosa dapat dibuat secara enzimatis menggunakan katalisator enzim alpha-amilase. Enzim ini dapat berasal dari mikroorganisme maupun dari saluran pen-cernaan hewan (saliva dan pankreas). Oleh sebab itu, sirup glukosa yang tidak terserti-fikasi halal berstatus syubhat.
Pemanis alami juga ada beberapa macam. Umumnya gula jawa dan gula aren aman dikonsumsi. Justru gula pasir yang selama ini tidak kita waspadai dapat ber-status syubhat. Gula pasir dipermasalahkan kehalalannya karena senyawa yang sering dipakai sebagai whitening (pemucat atau pemutih) adalah arang (karbon) aktif. Arang aktif ini terkadang juga dipakai sebagi filter penyaring air. Arang aktif ini dapat berasal dari bahan tambang (mine), dari arang kayu tanaman (charcoal), maupun dari tulang hewan (bone). Arang tulang babi disinyalir banyak tersedia di pasaran.
Titik Kritis Kehalalan Pengemulsi
Bahan pengemulsi (emulsifier) adalah bahan yang ditambahkan pada adonan pa-ngan yang ditujukan agar bahan baku yang berkadar lemak tinggi dapat bercampur de-ngan air secara merata (homogen) dan stabil dalam waktu lama. Oleh karena dapat ber-fungsi menstabilkan campuran, maka sering kali pula dipakai sebagai bahan penstabil.
Status kehalalan bahan pengemulsi tergantung oleh senyawa yang dipakai, seperti misalnya: lesitin (lechitin). Lesitin adalah senyawa fosfolipida yang berasal dari lemak, tentu bisa lemak hewani maupun lemak nabati. Apabila berasal dari lemak hewan, maka harus dipastikan status kehalalan hewannya.
Lesitin juga dapat diekstrak dari bahan nabati, seperti: biji kedelai (soy/soya lechitin). Lesitin kedelai halal apabila dalam proses produksinya tidak menggunakan bahan-bahan yang diharamkan. Apabila hidrolisis lemaknya menggunakan enzim yang diharamkan, maka tentu lesitin kedelai ini menjadi haram.
Dalam skala industri, lesitin kedelai diekstrak menggunakan pelarut organik. Se-telah bahan terekstrak, kemudian pelarutnya dihilangkan sehingga diperoleh ekstrak kasar lesitin. Agar diperoleh hasil lesitin yang lebih baik, maka dibuatlah turunan-turunan lesitin menggunakan proses enzimatis. Apabila proses ini menggunakan enzim fosfolipase A dari pankreas babi, maka lesitin nabati ini berstatus haram.
Sumber: wawancara dan olah pustaka
Teknologi Pangan: Kreatif, Inovatif, Luar Biasa
Teknologi Pangan: Developing Creative and Innovative Future